Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) dan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia melakukan studi lapangan budidaya vanili dan kayu putih di Jawa Tengah dan DI Yogyakarta. Dua komoditas tersebut potensial untuk dibudidayakan dengan model bisnis multi usaha di kawasan hutan.
Ketua Komite Humas dan Kerja Sama APHI Sugijanto Soewadi mengatakan dalam kegiatan ini para pengusaha belajar dengan melihat langsung di lapangan tentang praktik hasil hutan selain kayu dari hulu sampai hilir.
“Vanili menjadi salah satu opsi yang kira-kira nanti akan bisa menambah penghasilan dari pengelolaan hutan. Demikain halnya dengan kayu putih,” kata Sugijanto Soewadi dalam pernyataannya, pada saat kunjungan lapangan, Selasa (05/07/22).
Studi lapangan diawali dengan melihat dan mempelajari budidaya kayu putih dilakukan dengan berkunjung ke Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Yogyakarta, pada Senin (04/07/22).
Studi lapangan lalu dilanjutkan ke Temanggung, Jawa Tengah, Selasa 5 Juli 2022, untuk melihat budidaya dan pengolahan vanili yang dilakukan PT Jawa Agro Spices.
Studi lapangan ini diikuti oleh 30 orang pengusaha dari APHI dan Kadin.
Sugijanto menjelaskan sesuai Undang-Undang nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan PP nomor 23/2021 tentang Pengelolaan Hutan, perusahaan pemegang Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH) kini bisa mengembangkan pemanfaatan hasil hutan non kayu, jasa lingkungan, dan wisata.
“Kalau dulu hanya kayu, kini potensi hasil hutan non kayu, seperti vanili atau kayu putih juga bisa dikembangkan dengan model bisnis multi usaha kehutanan dengan tetap mempertahankan prinsip pengelolaan hutan lestari,” kata Sugijanto.
Dia juga menjelaskan, sebelum melakukan studi lapangan, diskusi tentang berbagai komoditas potensial yang bisa dikembangkan di kawasan hutan juga sudah rutin dilakukan.
Hal itu, kata Sugijanto, dilakukan karena APHI serius untuk mengembangkan berbagai hasil hutan non kayu untuk meningkatkan nilai hutan sekasligus mendukung pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK).
“Implementasi model bisnis multi usaha kehutanan juga akan berdampak sosial lebih besar karena akan melibatkan masyarakat dalam pengelolaannya,” katanya.
Dari studi lapangan terungkap budidaya kayu putih bisa memberi Pemasukan Asli Daerah untuk Pemda Daerah Istimewa Yogyakarta sebesar Rp11,4 miliar dari areal pengelolaan seluas 3.600 hektare.
Kegiatan ini juga menciptakan lapangan kerja sebanyak 12.000 HOK (hari orang kerja). Masyarakat yang terlibat dalam pengelolaan hutan secara tumpang sari mencapai 157 elompok tani hutan dengan jumlah petani mencapai lebih dari 5.000 orang.
Sementara untuk vanili, terungkap Vanili bisa dipanen setelah 4 tahun tanam. Saat ini harga vanili basah sekitar Rp200 ribu-Rp250 ribu per kilogram (kg). Sementara vanili kering harganya bisa mencapai Rp1 juta-Rp1,5 juta per kg.
Ini berarti saat panen perdana, pendapatan yang diperoleh sudah bisa mencapai Rp1 miliar-Rp1,5 miliar per ha. Langsung menutup biaya investasi yang berkisar 400 juta per hektare.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Utama PT. Java Agro Spices Singgih Arie Pratomo atau yang akrab dipanggil Tommy menjelaskan ada beberapa tahapan yang harus dilalui sampai menjadi produk Vanila siap ekspor.
“Harga vanili kering dengan harga kisaran 1 – 1,5 jt tersebut, artinya tidak semata-mata dikeringkan, tetapi telah melewati beberapa langkah lain termasuk penyortiran, pemeraman, grading dan conditioning yang memakan waktu 4 – 6 bulan, sebelum akhirnya dikemas dan dijual untuk tujuan utama ekspor maupun lokal. Vanila memang butuh kesabaran dan teliti dalam penanganan sejak di pembudidayaan maupun selama proses pasca panen, ” ungkap Tommy, yang sudah 30 tahun lebih menggeluti bisnis vanila sampai ekspor ke beberapa manca negara. **